Sepotong Senja untuk-mu


Pagi ini, aku memasuki sebuah puisi lama dan menemukan kau tak lagi disana.

Tatapanmu tak lagi sama, tak peduli meski hormon endorfin ku bekerja sempurna. Aku masih disini, berulangkali kubisikkan pada oksigen disekitar, barang kali mereka mau membantuku sehingga terhirup oleh mu sesak ini.


                Semula, aku percaya, bahwa ini hanyalah ilusi. Mungkin efektorku salah menerjemahkan impuls yang diterima, membuat cerebrum ini bingung mana yang asli atau hanya fantasi. Entah mengapa, lidah ini kelu seolah olah kata kata yang keluar harus di ubah dahulu menjadi Biner.

                Kau jauh, tapi dekat. Dapat digapai tapi tidak dicapai. Memori ini masih terlihat nyata, melukiskan bahwa kau masih disini dengan senyum disudut bibir kirimu, kau telihat manis seperti biasa. Sapaan mu masih terdengar jelas, terus ku reka ulang berharap kau lakukan lagi hal yang sama.

                Tapi tidak, kau pergi. Kau bukan dirimu atau aku yang bukan diriku. Yang jelas kita sudah tak seperti dulu. Bedanya, kau bisa pergi dengan suka cita dan aku tertinggalkan dengan luka. Lenyap sudah tawa, tangis yang dirangkai bersama, hanya cabik-cabikan  serpihan fatamorgana yang tersisa.

                Tak sanggup terima kenyataan ini, bahkan memikirkannya pun aku tak berani.

Untuk mu disana, ku hadiahi kau sepotong senja hari ini, kau boleh terus masuk, mengalir disela butir darahku keluar masuk jantungku dan menyapa setiap sel ditubuhku.


Yang kutahu, padamu aku masih sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita dan Dunia Perkancutan

introduce

Bahaya Mengunyah Es Batu